Seorang anak memperhatikan ayahnya yang sedang mengganti ban mobil
mereka. “Mengapa ayah mau repot-repot mengerjakan ini dan tidak
memanggil orang bengkel saja untuk mengerjakannya?” tanya si bocah
dengan penasaran.
Sang ayah tersenyum. “Sini, nak, kau lihat dan perhatikan. Ada enam
hal tentang ban yang bisa kita pelajari untuk hidup kita,” katanya
sambil menyuruh sang bocah duduk di dekatnya. “Belajar dari ban?” Mata
sang anak membelalak. “Lebih pintar mana ban ini daripada bu guru di
sekolah?”
Sang ayah tertawa. “Gurumu tentu pintar, Nak. Tapi perhatikan ban ini
dengan segala sifat-sifatnya. Pertama, ban selalu konsisten bentuknya.
Bundar. Apakah dia dipasang di sepeda roda tiga, motor balap pamanmu,
atau roda pesawat terbang yang kita naiki untuk mengunjungi
kakek-nenekmu. Ban tak pernah berubah menjadi segi tiga atau segi
empat.”
Si bocah mulai serius. “Benar juga ya, Yah. Terus yang kedua?”
“Kedua, ban selalu mengalami kejadian terberat. Ketika melewati jalan
berlubang, dia dulu yang merasakan. Saat melewati aspal panas, dia juga
yang merasakan. Ketika ada banjir, ban juga yang harus mengalami
langsung. Bahkan ketika ada kotoran hewan atau bangkai hewan di jalan
yang tidak dilihat si pengemudi, siapa yang pertama kali merasakannya?”
tanya sang ayah.
“Aku tahu, pasti ban ya, Yah?” jawab sang bocah antusias.
“Benar sekali. Yang ketiga, ban selalu menanggung beban terberat.
Baik ketika mobil sedang diam, apalagi sedang berjalan. Baik ketika mobil sedang kosong, apalagi saat penuh penumpang dan barang. Coba kau
ingat,” ujar sang ayah. Si bocah mengangguk.
“Yang keempat, ban tak pernah sombong dan berat hati menolak
permintaan pihak lain. Ban selalu senang bekerja sama. Ketika pedal rem
memerintahkannya berhenti, dia berhenti. Ketika pedal gas menyuruhnya
lebih cepat, dia pun taat dan melesat. Bayangkan kalau ban tak suka
kerjasama dan bekerja sebaliknya? Saat direm malah ngebut, dan saat
digas malah berhenti?”
“Wow, benar juga Yah,” puji sang bocah sambil menggeser duduknya lebih dekat kepada sang ayah.
“Nah, sifat kelima ban adalah, meski banyak hal penting yang
dilakukannya, dia tetap rendah hati dan tak mau menonjolkan diri. Dia
biarkan orang-orang memuji bagian mobil lainnya, bukan dirinya.”
“Maksud ayah apa?” tanya si bocah bingung.
“Kamu ingat waktu kita ke pameran mobil bulan lalu?” tanya sang ayah
disambut anggukan sang bocah. “Ingat dong, Yah, kita masuk ke beberapa mobil kan?”
“Persis,” jawab sang ayah. “Biasanya di show room atau pameran mobil,
pengunjung lebih mengagumi bentuk body mobil itu, lalu ketika mereka
masuk ke dalam, yang menerima pujian berikutnya adalah interior mobil
itu. Sofanya empuk, AC-nya dingin, dashboardnya keren, dll. Jarang
sekali ada orang yang memperhatikan ban apalagi sampai memuji ban.
Padahal semua kemewahan mobil, keindahan mobil, kehebatan mobil, tak
akan berarti apa-apa kalau bannya kempes atau bocor.”
“Wah, iya ya, Yah, aku sendiri selalu lebih suka memperhatikan kursi mobil untuk tempat mainanku.”
Sang ayah selesai mengganti bannya, dan berdiri menatap hasil
kerjanya dengan puas. “Yang keenam tentang ban adalah, betapa pun bagus
dan hebatnya mobil yang kau miliki, atau sepeda yang kau punya, atau
pesawat yang kita naiki, saat ban tak berfungsi, kita tak akan bisa
kemana-mana. Kita tak akan pernah sampai ke tujuan.”
Sang anak mengangguk-angguk.
Sang ayah menuntaskan penjelasannya, “Jadi saat kau besar kelak,
meski kau menghadapi banyak masalah dibanding kawan-kawanmu, menghadapi
lumpur, aspal panas, banjir, atau tak mendapat pujian sebanyak
kawan-kawanmu, bahkan terus menanggung beban berat di atas pundakmu,
tetaplah kamu konsisten dengan kebaikan yang kau berikan, tetaplah mau
bekerja sama dengan orang lain, jangan sombong dan merasa hebat sendiri,
dan yang terpenting, tetaplah menjadi penggerak di manapun kau berada.
Itulah yang ayah maksud dengan hal-hal yang bisa kita pelajari dari ban
untuk
hidup kita.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar